Memasarkan buku yang kita miliki sendiri di toko buku nasional seperti Gramedia, tentunya menjadi sebuah harapan yang sangat dinanti-nanti dan juga membanggakan bagi kebanyakan penulis. Padahal, banyak faktor yang harus dipersiapkan sebelum kita memutuskan untuk memasarkan buku-buku kita. Artikel ini akan mengajak kita untuk berfikir ulang dan serta membuka wawasan seputar fakta-fakta mengenai dunia pemasaran buku.
Fakta Satu:
- Jika si penulis rajin berpromosi, sudah sering terbukti bahwa penjualan langsung oleh penulisnya (secara online) seringkali jauh lebih berhasil ketimbang penjualan di toko buku.
- Salah satu contohnya adalah buku Bunda of Arabia (yang diterbitkan oleh sebuah layanan self publishing) yang terjual 800 eksemplar dalam waktu kurang dari 1 bulan, padahal hanya dipasarkan secara online. Rahasia suksesnya: Para penulis yang tergabung di buku antologi ini sangat gencar dalam berpromosi.
- Contoh lainnya adalah buku Gerbong Kehidupan karya Diah Kusumawati. Hanya dalam hitungan 10 hari, bukunya sudah laku terjual sebanyak hampir 300 eksemplar. Padahal (lagi-lagi) hanya dipasarkan lewat online dan promosi dari mulut ke mulut.
- Arvan Pradiansyah yang buku-bukunya selalu best seller pun, pernah bercerita bahwa salah satu bukunya "I Love Monday" lebih banyak dibeli secara online ketimbang di Gramedia.
- Hal serupa juga dialami Jonru. Penjualan bukunya "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat" di Gramedia tak terlalu berhasil. Tapi jualan secara online justru laris manis.
Fakta Dua:
- Jika buku kita dijual di toko buku nasional, maka bagi hasil yang kita terima relatif lebih sedikit, karena pihak toko buku dan distributor mendapat bagi hasil 50-55% dari harga jual buku.
- Untuk lebih jelasnya, coba deh kita hitung:
- Katakanlah biaya cetak buku Anda Rp 10.000,-/eksemplar. Harga jual Rp 48.000,-
- Bila dijual secara online oleh Anda sendiri, maka Anda bisa mendapat keuntungan Rp 38.000,-/eksemplar buku.
- Bila buku tersebut dijual di Gramedia, maka 55% dari hasil penjualan sudah menjadi hak distributor (termasuk toko buku Gramedia).
- Artinya:
- Bagi hasil distributor = 55% X Rp 48.000,- = Rp 26.400,-
- Biaya cetak = Rp 10.000,-
- Sisa buat Anda = Rp 48.000,- – (Rp 26.400,- + Rp 10.000,-) = Rp 11.600,-/eksemplar buku.
- Dari hitung-hitungan di atas, Anda pasti bisa membandingkan, mana yang hasilnya lebih besar, bukan?
- NB: (*) Ini hanya angka ilustasi, bukan angka riil. Sebab biaya percetakan buku itu sangat relatif, tergantung banyak hal.
Fakta Tiga:
- Jika buku Anda ternyata kurang laku, maka ia akan DIGUSUR KE GUDANG, tidak tersedia lagi di rak toko.
- Mengapa? Karena toko buku seperti Gramedia tentu berpikir secara bisnis. Mereka tentu merasa rugi untuk memajang buku yang terbukti tidak laku. Lebih baik rak buku mereka diisi dengan buku lain yang lebih laku.
- Maka akibatnya: Buku Anda yang masih banyak stoknya tersebut pun hampir tak bisa lagi dijual. Bagaimana mungkin, buku yang tersimpan di gudang bisa dijual?
- Bila kondisi seperti ini terjadi, tentu akan melahirkan DILEMA BESAR bagi penulis:
- Di satu sisi Anda ingin agar sisa stok buku tersebut bisa terjual sesegera mungkin, karena modal Anda “tersimpan” di lembar-lembar kertasnya.
- Tapi di sisi lain, keberadaannya di gudang membuat buku-buku tersebut sulit untuk terjual. Anda memang bisa saja meminta si toko buku untuk menariknya lalu diserahkan kepada Anda. Tapi untuk menarik buku dan menyerahkannya kepada si penulis (atau penerbit), biasanya butuh biaya khusus yang jumlahnya tidak sedikit.
- Jika demikian kondisinya, bagaimana cara agar modal Anda yang tersimpan pada lembar-lembar buku tersebut bisa segera berubah menjadi lembar-lembar uang? Terus terang, caranya tidaklah terlalu mudah.
Nah, demikianlah beberapa fakta tentang penjualan buku di toko buku. Saran kami, berhentilah berpikir soal rasa bangga atau gengsi semata.
Sebab gengsi dan rasa bangga tak bisa dimakan, tak bisa menghasilkan
uang. Padahal untuk menerbitkan buku secara self publishing, Anda pasti
sudah berinvestasi yang banyak untuk mencetak buku tersebut, bukan?
Solusi:
- Jangan salah persepsi! Kami BUKAN antiGramedia.
- Kami hanya ingin mengajak Anda untuk menjadi penulis yang smart, yakni penulis yang tidak hanya berpikir soal rasa bangga dan gengsi.
- Penulis yang smart akan berpikir dengan cerdas dan kreatif. Dia sadar betul, bahwa dia sudah mengeluarkan modal yang besar untuk menerbitkan buku. Karena itu, dia berpikir seperti seorang pebisnis:
- “Saya akan menjual buku saya dengan cara apapun yang memungkinkan buku saya bisa terjual dengan mudah dan cepat, sehingga modal saya cepat kembali.”
- Tentu tak masalah bila Anda memutuskan untuk menjual buku Anda di toko buku Gramedia se-Indonesia. Keputusan tentu di tangan Anda. Tapi setelah membaca penjelasan di atas, saya yakin Anda mulai berpikir:
- “Jika saya memutuskan untuk menjual buku saya di toko buku Gramedia se-Indonesia, maka saya pun HARUS SIAP UNTUK BEKERJA KERAS, agar seluruh buku tersebut bisa laris manis DALAM WAKTU KURANG DARI 2 BULAN, agar tidak sampai digusur ke gudang.”
- Adapun jika:
- Anda belum siap untuk bekerja keras seperti yang tertulis di atas;
- Atau jika modal Anda untuk menerbitkan buku belum terlalu besar;
- Atau jika Anda belum yakin akan laris tidaknya buku Anda,
- Maka saran kami: Lupakan dulu rasa bangga dan gengsi tersebut. Sebab sekali lagi, gengsi dan rasa bangga tak bisa dimakan
- Seperti yang kami jelaskan di atas, bukankah sudah banyak bukti tentang penulis yang bukunya laris manis, padahal hanya dijual secara online?
- Bila setelah penjualan online ternyata terbukti bahwa buku Anda laris manis, disambut secara luar biasa oleh masyarakat, barulah Anda dengan PENUH KEYAKINAN bisa mencetak buku tersebut dalam jumlah besar, lalu mengedarkannya ke toko buku nasional se-Indonesia.
- Semoga bermanfaat. Salam Sukses Selalu!
Sumber: http://www.dapurbuku.com/bantuan/jangan-buru-buru-menjual-buku-anda-di-gramedia/
0 komentar:
Posting Komentar